Saat ini jarang
dijumpai orang tanpa memiliki alat komunikasi seluler, terutama handphone.
Bahkan, pedagang kaki lima atau penjual mie ayam keliling juga selalu menenteng
telepon seluler kemanapun dia pergi.
Fenomena ini tidak
hanya terlihat dikota besar, tetapi juga di kota-kota kecil bahkan semakin jauh
melipir hingga ke desa-desa. Harga telepen seluler, termasuk smartphone, yang
semakin murah dan jangkauan layanan komunikasi data yang kian luas dengan tarif
yang kian kompetitif membuat orang bisa berkomunikasi dan mengakses informasi
dengan mudah, kapan saja dan dimana saja.
Kini komunikasi
telah menjadi kebutuhan pokok setiap individu, tak sekedar gaya hidup informasi
bahkan telah didudukan pada posisi sebagai hak dasar manusia. Itulah sebabnya,
alat komunikasi seluler dan seluruh piranti yang terkait akses informasi
menjadi bisnis paling besar dan tumbuh paling pesat.
Di Indonesia, jumlah
pengguna handphone pada tahun lalu diperkirakan tak kurang dari 255 juta unit
atau nomor empat terbesar didunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat.
Meski berada diurutan ke empat, dari sisi rasio (perbandingan pengguna ponsel
terhadap jumlah penduduk) Indonesia berada urutan teratas yakni mencapai 105%.
Jumlah ini tidak termasuk computer, tablet dan perangkat mobil lain yang
semakin beraneka ragam.
Sebagai bagian dari
industri telekomunikasi digital dunia, penduduk Indonesia bisa ikut menikmati
perkembangan teknologi informasi dimana setiap informasi yang dibutuhkan bisa
diperoleh dengan cepat hanya dalam hitungan detik.
Alvin Toffler
melihat dunia sedang mengalami sebuah fenomena, yang disebutnya sebagai
gelombang ketiga atau third wave. First wave atau gelombang pertama berlangsung
pada 1650-1750 atau dikenal sebagai masa bercocok tanam yang segala sesuatunya
dikerjakan secara manual.
Kemudian second wave
atau gelombang kedua dimulai pada abadke-18 yang sering disebut dengan istilah
era industrialisasi. Disini beberapa
peran manusia secara perlahan mulai digantikan oleh mesin. Adanya mesin-mesin
diberbagi sektor industry memungkinkan dilakukan produksi barang secara massal
sehingga ongkos per unit menjadi makin murah.
Pasca akhir perang
dunia kedua, gelombang ketiga (Third wave) mulai muncul dimana peran ilmu
pengetahuan secara massif mengakselerasi peran mesin yang kemudian melahirkan
abad teknologi informasi dan komunikasi. Era ini ditandai dengan semakin
meluasnya penggunaan piranti media komunikasi dan informasi oleh khalayak.
Dalam perkembangan
teknologi informasi komunikasi yang super cepat, setiap individu tidak hanya
dapat bercakap-cakap dimana saja dan kapan saja, tetapi juga bisa mendapatkan
apapun informasi yang dibutuhkan dalam sekejap melalui jaringan layanan data.
Semuanya ada dalam satu genggaman tangan.
Eksistensi teknologi
informasi dan komunikasi secara nyata telah mulai mengubah gaya hidup,
perilaku, budaya, mobilitas, cara hidup dan berinteraksi hingga cara berekpresi
manusia. Kini orang bisa mendengarkan radio, menonton televise atau membaca
berita tentang suatu peristiwa dari gadget. Jutaan orang beramai-ramai menjadi
warga Facebook, Twitter, Path, Instagram untuk sekedar narsis atau saling
berkomunikaso dan berteman meski mereka tak pernah bertemu muka.
Oleh karena itu,
dimasa depan industry telekomunikasi terutama layanan data akan menjadi sektor
bisnis yang paling mempengaruhi seluruh aspek kehidupan modern bahkan peradaban
manusia.
Siapapun tak mungkin
menghentikannya, kecuali bersikap cermat dan selektif dalam memanfaatkan
derasnya arus informasi yang secara massif masuk hingga kedalam ruang paling
privat dalam kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar