Jumat, 29 November 2013

Kisah Tetes-Tetes Air (Kisah Persaudaraan)


Anggun tidak habis pikir kenapa Dita adiknya sama sekali tidak pernah mau mendengar kata-katanya. Setiap kali dikasih nasehat, Dita malah seakan tidak mau peduli dengan semua kata-kata kakaknya. Secara dengan kesibukan orang tua mereka yang keduanya adalah pengusaha dan lebih disibukkan oleh pekerjaannya dan jarang berada dirumah untuk sekedar menemani dan mengasuh kedua anaknya, membuat Anggun harus bertanggung jawab secara penuh terhadap adiknya.
Dita seorang gadis kelas 3 SMP yang memang susah diatur, apalagi tanpa adanya monitor dari kedua orangtuanya, membuat dia tidak pernah peduli dan bahkan sama sekali tidak pernah menggubris dengan keadaan sekitarnya. Berbeda dengan Anggun yang seorang mahasiswi semester 3 disebuah Universitas ternama dikotanya, yang harus bisa bersikap lebih dewasa dan harus ekstra perhatian terhadap segala sesuatu yang terjadi pada adiknya tersebut. Sebenarnya Anggun sudah hampir merasa putus asa dengan kelakuan adiknya dan hampir terbesit dalam pikirannya untuk membiarkan adiknya tersebut. Namun dia juga merasa tidak tega jika saja akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap Dita jika dia tidak memperdulikannya. Karena bagaimanapun  juga, Dita adalah adik kandung satu-satunya dan di rumah itu hanya Dita yang menjadi teman hidupnya meskipun mereka jarang sekali untuk bisa sekedar ngobrol. Bukan karena tak sempat atau tak ada waktu, tapi karena Dita memang sangat acuh dan tak mau peduli dengan kakaknya. Namun Anggun selalu berusaha untuk bersabar dan tetap menyayangi adiknya tersebut.
Suatu hari, nampak keanehan terjadi pada Dita, dia yang biasanya terlihat blak-blakan dan super aktif, tiba-tiba terlihat murung dan lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya. Kadang-kadang dia terlihat cuma bengong dan melamun di sofa ruang tamu rumahnya. Melihat hal ini, Anggun merasa tidak tega dengan keadaan adiknya yang tidak seperti biasanya. Saat Dita tengah melamun, Anggun mendekati dan bermaksud untuk mengajaknya bicara. “Tumben kamu tidak pergi??” Anggun mencoba membuka pembicaraan. Dita Cuma diam dan tak menjawab sepatah katapun pertanyaan kakaknya. “Sebenarnya ada apa Dit? Kenapa kamu jadi suka diam kayak gini?? Apa yang terjadi sama kamu??” Anggun masih mencoba untuk bertanya. “Kakak ngapain sih ngurus-ngurus aja?? Urusin aja tugas-tugas kuliahmu!!” Dita menyahut dengan suara yang kasar dan seakan tak peduli dengan kakaknya yang sangat khawatir dengannya. Anggun cuma bisa diam dan mengelus dada dengan tanggapan adiknya tersebut. Dan akhirnya dia beranjak untuk meninggalkan adiknya yang masih terdiam dalam lamunannya.
Tiga hari berlalu namun Dita masih saja terlihat murung dan sering melamun atau berdiam diri dalam kamarnya. Dan hal itu semakin membuat Anggun merasa khawatir dengan keadaan adik satu-satunya tersebut. Siang itu sepulang dari sekolah, seperti biasanya Dita terlihat duduk melamun di sofa ruang tamu rumahnya. Karena rasa khawatir terhadap adiknya tersebut, Anggun kembali mencoba mendekati adiknya. Anggun duduk di samping Dita yang sedang melamun. Tanpa berkata apapun, Anggun memandangi adiknya yang terlihat lesu dan muram. Cukup lama mereka berdua sama-sama diam, dan setelah beberapa menit Anggun kembali mencoba untuk membuka pembicaraan. “Dit, makan dulu... Kakak tadi masak sayur asem.. Apa kamu gak laper abis pulang sekolah?? Apalagi kamu tadi pagi tidak sarapan.” “Aku gak laper..” jawab Dita dengan ketus. Anggun mencoba tersenyum meskipun adiknya sama sekali tak menghargai keberadaanya. Dengan sedikit ragu, Anggun mencoba meraih kepala Dita mengelus rambut ikal adik semata wayangnya tersebut. Dita masih diam tanpa berkata apapun. “Sini, kakak pengen meluk kamu.. Udah lama banget kakak nggak pernah meluk kamu..” Anggun merengkuh tubuh adiknya dan menyandarkan kepala Dita di pundaknya. Dita hanya diam saja, namun dia tak mencoba melepaskan pelukan kakaknya. “Sayang, kakak tau kalo kamu sedang memendam sesuatu.. Tapi kenapa kamu gak pernah mau cerita sama kakak??” Kata Anggun dengan suara yang lembut sambil mengelus kepala adiknya yang masih bersandar di pundaknya. “Kalo kamu merasa canggung untuk cerita sama kakak, kamu bisa menganggap kakak sebagai sahabat terdekatmu yang bisa menjadi tempat curahan hatimu. Kakak pengen jadi tempat kamu untuk berbagi, dan begitu pula sebaliknya jika kakak punya cerita, kakak pengen mencurahkan isi hati kakak sama kamu.” Anggun mencoba meyakinkan hati adiknya. “Kak, aku merasa kesepian.” Ucap Dita lirih di sambil melepas pelukan kakaknya. Terlintas sebuah kesedihan yang mendalam di wajah Dita. Anggun memegang pipi Dita dengan kedua telapak tangannya dan tersenyum di depan wajah adiknya tersebut. “Kenapa kamu bisa merasa kesepian?? Bukankah di sekolah kamu bisa bermain-main dengan teman-teman kamu?? Trus, di rumah juga ada kakak, jadi tidak seharusnya kamu merasa kesepian kayak gitu..” kata Anggun kepada adiknya. “Ya, aku tau itu kak.. Tapi yang membuatku merasa kesepian tu juga karena aku baru aja di tinggal cowokku jalan dengan cewek laen.” Jawab Dhita dengan suara yang sangat pelan sambil menundukkan kepalanya. “Ya ampuuun adikku sayaaang.. Cuma gara-gara itu kamu jadi pemurung kayak gini??” Kata Anggun sambil tersenyum, namun Dita hanya diam mendengar kata-kata kakaknya tersebut. “Dit, kamu masih SMP. Belum waktunya memikirkan masalah cinta. Bukankah masih banyak hal-hal lain yang lebih penting untuk kamu pikirkan dan kamu kerjakan?? Seperti tugas-tugas sekolah kamu, PR, dan kamu kan juga udah kelas 3, harusnya kamu lebih fokus dengan Ujian Akhir ntar kan??” Kata Anggun mencoba membangkitkan kembali semangat adiknya. Dita hanya mengangguk pelan. “Kakak tau kalo yang namanya perasaan tu emang gak bisa dipaksakan, karena tu berasal dari hati kita sendiri. Tapi kalo kenyataanya kamu dikecewain kayak gitu, apa pentingnya kamu terus-terusan murung kayak gini?? Secara dia sama sekali gak pernah mikirin perasaan kamu dan malah seneng- seneng sendiri dengan cewek laen. Jadi kakak rasa sikap kamu yang kayak gini hanya membuatnya semakin besar kepala dan bahkan dia akan semakin gak punya hati untuk terus-terusan nyiksa batin kamu.” Dita hanya bisa diam mendengar cerita panjang lebar dari kakaknya tersebut. “Maaf, bukannya kakak mau meracuni pikiran kamu atau membuat kamu jadi cewek yang gak punya perasaan, tapi kakak ngomong kayak gini karena kakak memang peduli sama kamu dan kakak gak pengen kalo kamu terus-terusan terlarut dalam kesedihan yang justru akan merusak kehidupanmu sendiri. Jadi kakak minta kamu jangan kayak gini lagi ya sayang?? Lihat kakak, yang setiap hari selalu ada buat kamu. Coba sedikit aja untuk ngerti bahwa kakak tu sayang banget sama kamu.” “Iya kak.. Maafin Dita juga ya kalo selama ini Dita sering kasar dan jahat sama kakak.” Kata Dita dengan senyum yang mengembang di bibirnya.“He’em..” Anggun mengangguk sambil membalas senyuman adiknya. Kemudian dia kembali mengelus kepala adiknya.
Beberapa saat kemudian, mata Dita terlihat berkaca-kaca dan setetes air bening mengalir dari mata ke pipi gadis tersebut. “Gak perlu malu untuk menangis di depan kakak Kalo memang dengan menangis bisa sedikit mengurangi kesedihan di hati kamu. Sini, nangis aja di pelukan kakak.” Ucap Anggun sambil kembali meraih tubuh adiknya dan seketika meledaklah tangisan Dita di pelukan kakaknya. Entah karena perasaan sedih, haru atau karena perasaan bersalah kepada kakaknya, tapi saat itu Dita baru benar-benar bisa merasakan betapa besar rasa sayang kakaknya kepadanya.
Lama Anggun membiarkan adiknya menangis dalam pelukannya. Dalam hati dia juga merasa lega karena Dita mulai bisa sedikit mau terbuka kepadanya. Setelah agak tenang, Dita bangkit dari pelukan kakaknya dan berusaha menampakkan senyum buat kakaknya. “Makasih banyak ya, kakak udah mau berusaha ngertiin Dita walaupun kadang Dita sering bandel. Dita sayang banget sama kakak.” “Kakak juga sayang banget sama Dita..” jawab Anggun disertai senyuman untuk adik tersayangnya.
Ya, memang tak selamanya mengikis sebuah batu dengan benda keras, namun tetes-tetes air pun mampu meleburkan sebuah batu yang sangat keras sekalipun.
Akhirnya, hari-hari di rumah itu jadi terasa lain. Kini Dita berubah menjadi gadis yang penurut dengan kakaknya dan dia juga tak lagi cuek. Hal ini membuat Anggun semakin bahagia karena adiknya juga mulai mau untuk membantunya mengerjakan beberapa kegiatan rumah dan belajar segala hal dari dirinya.
Suatu malam, Perasaan Dita terasa tak tenang, entah karena apa dia merasa sulit untuk tidur. Dia berusaha untuk memejamkan mata, tapi tak sedikitpun dia bisa terlelap. Kemudian dia mencoba keluar kamar dan menuju kamar kakaknya. Dia membuka kamar Anggun dan dia melihat kakaknya sedang asik membaca sebuah novel di tempat tidurnya. Melihat kehadiran adiknya, Anggun tersenyum. “Kakak belum tidur??” Dita bertanya sambil melangkah ke arah tempat tidur kakaknya “Ini kakak masih baca novel. Udah tinggal dikit sayang kalo gak diterusin sekalian.” Jawab Anggun sambil tersenyum. “Kak, malam ini Dita boleh tidur di kamar kakak??“ tanya Dita. “Kapan aja kamu mau, kamu boleh- boleh aja tidur di sini.” Jawab Anggun. Kemudian Dhita naik ke tempat tidur dan berbaring di samping kakaknya yang masih asyik dengan novelnya. “Ko’ tumben kamu mau tidur di kamar kakak??” Tanya Anggun sambil memencet hidung adiknya. “Iiih kakak,, Dita cuma pengen aja tidur sama kakak. Gak tau kenapa malam ini Dita ngerasa susah banget memejamkan mata. Jadi ya, Dita ke kamar kakak aja..” Jawab Dita sambil memegang hidungnya yang dipencet kakaknya. “Hmmmm,, ya udah, kamu tidur dulu.. besok kan kamu juga harus sekolah, jangan sampai besok terlambat. Kakak masih mau nerusin baca novel dulu, tinggal dikit lagi abis.” Kata Anggun kepada adiknya. “Kenapa ya, Dita sekarang jadi ngerasa nyaman banget kalo di dekat kakak??” kata Dita sambil
menyandarkan kepalanya di pundak Anggun. Anggun hanya tersenyum mendengar ucapan adiknya. “Kak, janji ya jangan tinggalin Dita sendirian.. Dita gak mau ngerasa sendirian lagi seperti kemarin, Dita sayang sama kakak.” Kata Dita sambil memeluk kakaknya. “Eh, adikku ko’ jadi manja gini ya?? Ada apa lagi nih??” Kata Anggun sambil mengusap rambut adiknya. “Ya karena Dita sayang sama kakak, makanya Dita gak mau jauh dari
kakak. Kalo kakak ntar udah nikah kan Dita udah gak lagi bisa bermanja-manja sama kakak kayak gini..” Jawab Dita dengan sedikit merengek seperti anak kecil. “Iya,, iya,, kakak janji gak bakal ninggalin kamu.. kakak juga sayang sama Dita.. Dan sekarang kamu tidur dulu ya sayang.” Ucap Anggun sambil mengecup kening adiknya. Dan setelah itu Dita tertidur di samping kakaknya.
Keesokan harinya, Dita yang biasanya berangkat ke sekolah dengan mengendarai motor sendiri, kini dia merengek-rengek minta berangkat dibonceng kakaknya yang sekalian berangkat kuliah. Cukup aneh memang kenapa hari ini Dita jadi sangat manja, tapi kakaknya tetap menuruti keinginan adik kesayangannya tersebut. Setelah sampai di sekolah dan mencium tangan kakaknya, Dita masuk ke sekolahnya dan Anggun melanjutkan perjalanan ke kampusnya. Di dalam kelas, Perasaan Dita kembali dihantui perasaan tak tenang. Entah karena apa dia sendiri juga tak pernah tau penyebabnya. Bahkan sampai pelajaran berakhir, Dita hampir sama sekali tidak dapat menerima materi yang diajarkan oleh gurunya.
Jam pulang sekolah sekolah berdering, dengan langkah sedikit berat Dita meninggalkan area sekolah dan berniat mencari angkutan untuk pulang, karena tadi pagi dia memang tidak meminta kakaknya untuk menjemputnya karena dia merasa kasihan kepada kakaknya jika harus bolak-balik untuk mengantar dan menjemputnya. Di depan gerbang sekolahnya, Dita melihat Rudi, sepupunya yang letak rumahnya tak jauh dari rumahnya. “Mas Rudi kenapa di sini??” Tanya Dita dengan nada heran, karena memang Rudi tak punya kenalan yang bersekolah di sekolah Dita selain dirinya. “Aku mau jemput kamu. Udah sekarang cepat masuk ke mobil..!” jawab Rudi singkat. “Lho,, lho,, emang siapa yang nyuruh Mas Rudi jemput aku??” tanya Dita semakin heran.. “Papa dan Mama kamu yang nyuruh aku untuk jemput kamu. Udah nanti aja ceritanya, sekarang cepetan masuk ke mobil..!” jawab Rudi sambil menarik tangan Dita masuk
ke dalam mobilnya. Dalam perjalanan, Dita masih merasa heran dengan Rudi yang bilang katanya disuruh Papa-Mamanya untuk menjemputnya. Memangnya Papa dan Mama sudah pulang?? Begitulah yang ada dalam pikiran Dita saat itu. Kebingungan Dita semakin bertambah saat mobil yang dikendarai Rudi bukan menuju jalan pulang. “Mas, sebenernya kita mau kemana sich?? Apa bener Papa dan Mama yang nyuruh Mas Rudi untuk jemput aku??” Dita memberanikan diri untuk bertanya. “Nanti kamu akan tau sendiri. Sebaiknya kamu sekarang diem aja dulu.” Jawab Rudi masih dengan nada cuek. Dita hanya bisa diam mendengar jawaban dari sepupunya tersebut. Tapi dalam hati dia benar-benar merasa bingung, heran, takut dan khawatir menjadi satu.
Setelah melewati beberapa kilometer, akhirnya mobil yang mereka tumpangi belok ke sebuah rumah sakit yang cukup besar dikota tempat mereka tinggal. “Ko’ ke rumah sakit?? Emang siapa yang sakit mas??” Dita kembali bertanya, tapi kali ini dipenuhi dengan rasa takut di hatinya. Rudi tidak menjawab dan langsung menggandeng tangan Dita memasuki ruangan di rumah sakit tersebut. Di depan sebuah kamar, Dita melihat papa dan mamanya duduk di kursi dengan wajah yang terlihat pucat dan sedih. Kemudian Dita mendekati kedua orang tuanya tersebut. “Pa… Ma… kapan kalian pulang?? Trus siapa yang sakit Pa,, Ma,,??” Tanya Dita dengan sedikit gemetaran. Mamanya hanya menangis dan Papanya menyuruh Dita untuk melihat ke dalam kamar. Dita melangkah masuk ke dalam kamar yang ditunjuk Papanya dengan ragu, dan saat beberapa langkah memasukji kamar tersebut, dia disambut dengan petugas medis rumah sakit tersebut.  “Apa nona adalah saudara dari nona Anggun??” tanya petugas medis tersebut kepada Dita.. “Benar Pak, saya adiknya.. Ada apa dengan kakak saya??” Tanya Dita penuh harap. “Maaf nona, kakak anda telah mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengalami benturan keras di bagian kepalanya. Benturan itu menyebabkan pembuluh darah di kepalanya pecah dan mengalami pendarahan. Saat dibawa kesini, kakak anda sudah dalam kondisi yang sangat kritis. Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya, namun Tuhan berkata lain. Sekali lagi kami dari pihak rumah sakit mohon maaf, nyawa kakak anda tidak dapat kami tolong.” Kata petugas medis tersebut menjelaskan. “Tidaaaaaaakkk…” Dita menjerit histeris sambil berlari mendekati tubuh kakaknya yang terbaring di ranjang kamar rumah sakit tersebut. Dia membuka selimut yang menutupi wajah kakaknya, tak kuasa dia menahan tangis demi melihat kakak kesayangannya terbujur kaku dengan keadaan tak bernyawa. “Kakak bangun.. kakak gak boleh tinggalin kita..” tangis Dita sambil memeluk tubuh kakaknya. “ Kaaak,, bukankah kakak udah janji sama Dita kalo kakak gak bakal ninggalin Dita.. sekarang kenapa kakak malah pergi secepat ini..?? Siapa yang nemenin Dita kalo Dita merasa kesepian?? Kakak bangun kak… ini Dita di sini.. Dita sayang sama kakak… Kakak jangan pergi…” Dita menangis sejadi-jadinya di kamar tersebut mengiringi kepergian kakaknya. “Dhit,, udah.. kamu harus ikhlas.. karena ini memang udah jadi kehendak yang di Atas.. Bukankah kakak kamu juga mengajarkan kamu untuk selalu ikhlas??” Rudi mencoba menenangkan saudara sepupunya yang masih tak bisa menerima kepergian kakaknya tersebut. Memang ikhlas itu adalah suatu hal yang terasa begitu sulit dan amat berat untuk dilakukan jika kita sudah sangat mencintai sesuatu.
Dita merasa sangat sedih dan kehilangan dengan kepergian kakaknya. Dalam hati dia merasa menyesal yang amat dalam jika mengingat saat-saat dia tak menghargai kakaknya yang sangat perhatian dan sayang kepadanya. Dia merasa kedekatannya dengan sang kakak sangatlah singkat. Dalam hati dia berfikir, mengapa di saat-saat dia baru bisa merasakan perhatian dan kasih sayang dari kakaknya, pada saat itu juga dia harus kehilangan kakaknya?? Kenapa?? Ya,, keberadaan seseorang akan terasa begitu sangat berarti bagi hidup kita jika kita benar-benar telah kehilangan seseorang tersebut...

Tidak ada komentar: