Jumat, 29 November 2013

Pasukan Burung Hantu


“Legend of Guardians : The Owls of Ga’Hoole” mengawali kisahnya dengan mimpi anak burung hantu bernama Soren yang terobsesi dengan cerita-cerita ayahnya. Noctus (Hugo Weaving) yang sering mendongengkan kisah heroik para penjaga Ga’Hoole dan perang di masa lalu. Selagi Soren berharap suatu saat bisa bertemu dengan para pahlawannya itu, Kludd (Ryan Kwanten) sang kakak justru membenci dongeng sebelum tidur tersebut. Dia juga cemburu kepada Soren karena adiknya lebih diperhatikan dan pada saat keduanya berlatih terbang, ayah mereka lebih sering memuji Soren. Kecemburuan Kludd akhirnya berbuah kemalangan ketika dua kakak-beradik ini  terjatuh dari rumah lalu “diculik” oleh dua burung hantu. Soren dan Kludd dibawa ke tempat dimana burung hantu jahat bernama Metalbeak (Joel Edgerton) “bersembunyi”. Berkedok penampungan anak yatim bernama St.Aggie, dia dan Nyra (Hellen Mirren) mengumpulkan anak-anak burung hantu untuk dijadikan budak. Soren pun berniat untuk kabur setelah bertemu dengan Gylfie (Emily Barclay) sedangkan Kludd justru terbujuk rayuan jahat “Pure Ones”
Minus perut kotak-kotak, burung-burung hantu Ga’Hoole ini ternyata juga mampu tampil mengintimidasi dan sangar. Sayap mereka tak ubahnya tameng yang sanggup menahan segara serangan, saat bertarung helm mereka akan saling beradu menciptakan percikan-percikan api dan cakar-cakar besi itu akan menjadi senjata mematikan. Jika saja Snyder tidak sedang membuat film untuk anak-anak, mungkin dia akan tergiur untuk membuat film ini menjadi “300” versi burung hantu. Snyder betul-betul mencampurkan gaya khas actionnya ke dalam setiap adegan pertarungan. Animasi yang bisa terbilang memukau berkat tangan-tangan magis Animal Logic ini tidak hanya berhasil menyulap kerajaan para burung hantu menjadi dunia yang indah, tetapi juga mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik, mengkonversi apa yang diinginkan Snyder lalu mencetaknya ke dalam kualitas animasi yang punya kelas tersendiri. Adegan-adegan pertarungan disini menjadi “memorable” ketika animasinya sendiri begitu mendukung slow-motion yang sudah jadi ciri Snyder, ditampilkan tidak berlebuhan dan ditempatkan dengan pas dalam adegam demi adegan yang memang sangat perlu hal-hal berbau dramatisasi visual. Kesan kelam memang terasa ketika tiba saatnya saya mengunjungi para “Pure Ones” tapi itu hanya sebatas untuk makin menjelaskan perbedaan siapa yang jahat dan yang baik. Snyder mengerti batas-batasnya sama seperti dia meramu adegan pertarungan yang saya pikir bisa saja berubah lebih berdarah dan brutal, menjadi lebih “bersahabat” ditonton keluarga dan anak-anak. Visual memang lebih bercerita ketimbang alur ceritanya sendiri, menempatkan posisinya hanya sebagai hiburan dengan cerita yang mudah ditebak lewat kisah-kisah standart “from zero to hero” dan konflik bermoral antara kebaikan melawan kejahatan. Walau mengkhianati potensi ceritanya untuk menjadi lebih berkesan, sajian cerita “ala kadarnya” yang mudah ditebak ini sama sekali tidak mengganggu upaya film ini untuk terus menghibur. Karakter-karakternya lucu dengan pengisi suara yang juga pas meminjakan suaranya pada masing-masing karakter burung hantu, apalagi ditambah logat Inggri begitu kental disini. “Legend of Guardians : The Owls of Ga’Hoole” pun pada akhirnya menjadi petualangan animasi yang menyenangkan sekaligus menjadi bukti jika Snyder juga sanggup “melatih dan menjinakkan” sekelompok burung hantu menjadi atraksi utama yang menghibur.

Judul film                             : “Legend of Guardians : The Owls of Ga’Hoole”
Jenis film                             : Animation
Penulis                                 : John Orloff & John Collee
Produksi                              : Warner Bros. Pictures
Sutradara                            : Zack Snyder
Produser                             : Zareh Nalbandian

Manfaat Ekonomi Berhenti Merokok


Sebagian dari anda pasti ada yang perokok. Ada yang perokok berat dan ada pula perokok ringan. Saya rasa Anda pernah mendengar bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Hal itu malah ditulis jelas di bungkus rokok yang Anda beli. Akan tetapi, mungkin Anda tidak pernah menghiraukan karena bagi sebagian orang, boleh jadi rokok merupakan bagian dari kenikmatan hidup. Banyak orang yang merasa belum bisa berpikir kalau belom merokok. Malah ada yang tidak bisa bekerja kalau belum merokok. Kalau tidak,  kepala bisa pening, begitu alasan mereka.

Ditabung lebih menguntungkan
Misalkan Anda menghabiskan Rp.3.500 sehari untuk membeli rokok. Ini berarti, dalam sebulan Anda membelanjakan Rp.105.000 untuk rokok sehingga dalam setahun, pengeluaran anda untuk rokok mencapai Rp.1.260.000. Sekarang kita hitung, berapa jumlah uang yang Anda keluarkan selama hidup Anda jika Anda terus merokok. Kalau pada saat ini berumur 20, maka jika terus merokok sampai umur 40, berarti Anda mengisap rokok secara terus menerus selama 20 tahun. Jika dihitung, pengeluaran Anda untuk rokok adalah Rp.1.260.000 x 20 tahun = Rp.25.200.000 itu pun dengan asumsi bahwa harga rokok selalu konstan dan tidak pernah naik. Tentunya hal itu tidak mungkin terjadi. Harga rokok pasti naik setiap tahun.
Kalau setiap tahun harga rokok naik 10% saja, maka dalam 20 tahun, jumlah uang yang Anda belanjakan untuk rokok bisa mencapai lebih dari 72 juta rupiah. Sekarang apa yang terjadi jika Anda berhenti merokok dan menabungkan saja uang jatah rokok tersebut? Kalau misalnya anda menginvestasikan Rp.105.000 per bulan tadi ke tabungan di bank yang memberikan bunga 10% per tahun, maka setelah 20 tahun (240 bulan) saldo tabungan anda lebih dari 80 juta rupiah! Itu dengan asumsi suku bunga 10% . Kalau uang itu Anda investasikan pada produk investasi yang memberikan 15% per tahun, maka saldo Anda akan menjadi 159 juta rupiah lebih. Pada saat ini, sudah ada beberapa produk investasi yang bisa memberikan hasil sekitar 15% per tahun.
Perhitungan di atas dilakukan dengan asumsi bahwa Anda menabungkan jumlah uang yang sama setiap bulan selama 20 tahun itu. Tapi, dengan harga rokok yang terus naik, Anda tentunya tidak akan menabungkan jumlah uang yang sama dari tahun ke tahun, bukan? Tentunya, jumlah yang Anda tabungkan akan terus naik setiap tahunnya. Bayangkan berapa saldo uang yang Anda miliki nanti, yang mungkin bisa Anda wariskan kepada anak cucu Anda.

Rugi Biaya Kesehatan

Tidak hanya itu. Jika merokok selain Anda kehilangan uang, Anda juga harus membayar biaya kesehatan yang cukup besar. Ini karena rokok bisa menyebabkan Anda terkena penyakit radang paru-paru, yang biasanya baru akan terasa ketika Anda berumur sekitar 50-60 tahun dimana daya tahan tubuh sudah jauh lebih rendah dibandingkan ketika Anda masih berumur 30-an
                Penyakit paru-paru ini tergolong kritis, uang untuk membiayai penyakit kritis biasanya mahal sekali. Pada saat ini, ongkos menginap di RS adalah sekitar Rp.200.000 per hari. Jika anda dirawat inap selama 10 hari saja, Anda sudah akan menghabiskan sekitar Rp.2.000.000 hanya untuk membayar rumah sakit. Jika radang paru-paru anda cukup kronis, Anda akan dirawat dalam waktu yang mungkin sangat lama di rumah sakit sehingga biaya yang harus Anda bayar bisa menjadi sangat besar.
                Merokok memang nikmat tapi akibatnya Anda seperti membakar uang setiap hari dan membunuh diri anda secara pelan-pelan. Ketika Anda tua dan daya tahan Anda biasanya sudah pasti akan menurun, penyakit Anda biasanya sudah pasti akan muncul sehingga makin banyak uang yang harus Anda keluarkan lagi nantinya. Jika memang demikian, mengapa Anda tidak memutuskan untuk berhenti merokok dan menginvestasikan saja uang tersebut secara rutin? Seperti kata orang, “Untuk tiap batang rokok yang diisap, umur manusia berkurang sebanyak 1 hari” itu berarti, makin sedikit pula waktu “sehat” yang bisa Anda gunakan bersama keluarga Anda.
                Terkadang untuk mengambil keputusan yang menguntungkan, ada pengorbanan yang harus Anda lakukan. Dalam hal ini, yang Anda korbankan mungkin adalah kenikmatan Anda merokok. Akan tetapi apa yang Anda dapatkan ketika berhenti merokok adalah tubuh yang lebih sehat dan uang yang lebih banyak.

Kisah Tetes-Tetes Air (Kisah Persaudaraan)


Anggun tidak habis pikir kenapa Dita adiknya sama sekali tidak pernah mau mendengar kata-katanya. Setiap kali dikasih nasehat, Dita malah seakan tidak mau peduli dengan semua kata-kata kakaknya. Secara dengan kesibukan orang tua mereka yang keduanya adalah pengusaha dan lebih disibukkan oleh pekerjaannya dan jarang berada dirumah untuk sekedar menemani dan mengasuh kedua anaknya, membuat Anggun harus bertanggung jawab secara penuh terhadap adiknya.
Dita seorang gadis kelas 3 SMP yang memang susah diatur, apalagi tanpa adanya monitor dari kedua orangtuanya, membuat dia tidak pernah peduli dan bahkan sama sekali tidak pernah menggubris dengan keadaan sekitarnya. Berbeda dengan Anggun yang seorang mahasiswi semester 3 disebuah Universitas ternama dikotanya, yang harus bisa bersikap lebih dewasa dan harus ekstra perhatian terhadap segala sesuatu yang terjadi pada adiknya tersebut. Sebenarnya Anggun sudah hampir merasa putus asa dengan kelakuan adiknya dan hampir terbesit dalam pikirannya untuk membiarkan adiknya tersebut. Namun dia juga merasa tidak tega jika saja akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap Dita jika dia tidak memperdulikannya. Karena bagaimanapun  juga, Dita adalah adik kandung satu-satunya dan di rumah itu hanya Dita yang menjadi teman hidupnya meskipun mereka jarang sekali untuk bisa sekedar ngobrol. Bukan karena tak sempat atau tak ada waktu, tapi karena Dita memang sangat acuh dan tak mau peduli dengan kakaknya. Namun Anggun selalu berusaha untuk bersabar dan tetap menyayangi adiknya tersebut.
Suatu hari, nampak keanehan terjadi pada Dita, dia yang biasanya terlihat blak-blakan dan super aktif, tiba-tiba terlihat murung dan lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya. Kadang-kadang dia terlihat cuma bengong dan melamun di sofa ruang tamu rumahnya. Melihat hal ini, Anggun merasa tidak tega dengan keadaan adiknya yang tidak seperti biasanya. Saat Dita tengah melamun, Anggun mendekati dan bermaksud untuk mengajaknya bicara. “Tumben kamu tidak pergi??” Anggun mencoba membuka pembicaraan. Dita Cuma diam dan tak menjawab sepatah katapun pertanyaan kakaknya. “Sebenarnya ada apa Dit? Kenapa kamu jadi suka diam kayak gini?? Apa yang terjadi sama kamu??” Anggun masih mencoba untuk bertanya. “Kakak ngapain sih ngurus-ngurus aja?? Urusin aja tugas-tugas kuliahmu!!” Dita menyahut dengan suara yang kasar dan seakan tak peduli dengan kakaknya yang sangat khawatir dengannya. Anggun cuma bisa diam dan mengelus dada dengan tanggapan adiknya tersebut. Dan akhirnya dia beranjak untuk meninggalkan adiknya yang masih terdiam dalam lamunannya.
Tiga hari berlalu namun Dita masih saja terlihat murung dan sering melamun atau berdiam diri dalam kamarnya. Dan hal itu semakin membuat Anggun merasa khawatir dengan keadaan adik satu-satunya tersebut. Siang itu sepulang dari sekolah, seperti biasanya Dita terlihat duduk melamun di sofa ruang tamu rumahnya. Karena rasa khawatir terhadap adiknya tersebut, Anggun kembali mencoba mendekati adiknya. Anggun duduk di samping Dita yang sedang melamun. Tanpa berkata apapun, Anggun memandangi adiknya yang terlihat lesu dan muram. Cukup lama mereka berdua sama-sama diam, dan setelah beberapa menit Anggun kembali mencoba untuk membuka pembicaraan. “Dit, makan dulu... Kakak tadi masak sayur asem.. Apa kamu gak laper abis pulang sekolah?? Apalagi kamu tadi pagi tidak sarapan.” “Aku gak laper..” jawab Dita dengan ketus. Anggun mencoba tersenyum meskipun adiknya sama sekali tak menghargai keberadaanya. Dengan sedikit ragu, Anggun mencoba meraih kepala Dita mengelus rambut ikal adik semata wayangnya tersebut. Dita masih diam tanpa berkata apapun. “Sini, kakak pengen meluk kamu.. Udah lama banget kakak nggak pernah meluk kamu..” Anggun merengkuh tubuh adiknya dan menyandarkan kepala Dita di pundaknya. Dita hanya diam saja, namun dia tak mencoba melepaskan pelukan kakaknya. “Sayang, kakak tau kalo kamu sedang memendam sesuatu.. Tapi kenapa kamu gak pernah mau cerita sama kakak??” Kata Anggun dengan suara yang lembut sambil mengelus kepala adiknya yang masih bersandar di pundaknya. “Kalo kamu merasa canggung untuk cerita sama kakak, kamu bisa menganggap kakak sebagai sahabat terdekatmu yang bisa menjadi tempat curahan hatimu. Kakak pengen jadi tempat kamu untuk berbagi, dan begitu pula sebaliknya jika kakak punya cerita, kakak pengen mencurahkan isi hati kakak sama kamu.” Anggun mencoba meyakinkan hati adiknya. “Kak, aku merasa kesepian.” Ucap Dita lirih di sambil melepas pelukan kakaknya. Terlintas sebuah kesedihan yang mendalam di wajah Dita. Anggun memegang pipi Dita dengan kedua telapak tangannya dan tersenyum di depan wajah adiknya tersebut. “Kenapa kamu bisa merasa kesepian?? Bukankah di sekolah kamu bisa bermain-main dengan teman-teman kamu?? Trus, di rumah juga ada kakak, jadi tidak seharusnya kamu merasa kesepian kayak gitu..” kata Anggun kepada adiknya. “Ya, aku tau itu kak.. Tapi yang membuatku merasa kesepian tu juga karena aku baru aja di tinggal cowokku jalan dengan cewek laen.” Jawab Dhita dengan suara yang sangat pelan sambil menundukkan kepalanya. “Ya ampuuun adikku sayaaang.. Cuma gara-gara itu kamu jadi pemurung kayak gini??” Kata Anggun sambil tersenyum, namun Dita hanya diam mendengar kata-kata kakaknya tersebut. “Dit, kamu masih SMP. Belum waktunya memikirkan masalah cinta. Bukankah masih banyak hal-hal lain yang lebih penting untuk kamu pikirkan dan kamu kerjakan?? Seperti tugas-tugas sekolah kamu, PR, dan kamu kan juga udah kelas 3, harusnya kamu lebih fokus dengan Ujian Akhir ntar kan??” Kata Anggun mencoba membangkitkan kembali semangat adiknya. Dita hanya mengangguk pelan. “Kakak tau kalo yang namanya perasaan tu emang gak bisa dipaksakan, karena tu berasal dari hati kita sendiri. Tapi kalo kenyataanya kamu dikecewain kayak gitu, apa pentingnya kamu terus-terusan murung kayak gini?? Secara dia sama sekali gak pernah mikirin perasaan kamu dan malah seneng- seneng sendiri dengan cewek laen. Jadi kakak rasa sikap kamu yang kayak gini hanya membuatnya semakin besar kepala dan bahkan dia akan semakin gak punya hati untuk terus-terusan nyiksa batin kamu.” Dita hanya bisa diam mendengar cerita panjang lebar dari kakaknya tersebut. “Maaf, bukannya kakak mau meracuni pikiran kamu atau membuat kamu jadi cewek yang gak punya perasaan, tapi kakak ngomong kayak gini karena kakak memang peduli sama kamu dan kakak gak pengen kalo kamu terus-terusan terlarut dalam kesedihan yang justru akan merusak kehidupanmu sendiri. Jadi kakak minta kamu jangan kayak gini lagi ya sayang?? Lihat kakak, yang setiap hari selalu ada buat kamu. Coba sedikit aja untuk ngerti bahwa kakak tu sayang banget sama kamu.” “Iya kak.. Maafin Dita juga ya kalo selama ini Dita sering kasar dan jahat sama kakak.” Kata Dita dengan senyum yang mengembang di bibirnya.“He’em..” Anggun mengangguk sambil membalas senyuman adiknya. Kemudian dia kembali mengelus kepala adiknya.
Beberapa saat kemudian, mata Dita terlihat berkaca-kaca dan setetes air bening mengalir dari mata ke pipi gadis tersebut. “Gak perlu malu untuk menangis di depan kakak Kalo memang dengan menangis bisa sedikit mengurangi kesedihan di hati kamu. Sini, nangis aja di pelukan kakak.” Ucap Anggun sambil kembali meraih tubuh adiknya dan seketika meledaklah tangisan Dita di pelukan kakaknya. Entah karena perasaan sedih, haru atau karena perasaan bersalah kepada kakaknya, tapi saat itu Dita baru benar-benar bisa merasakan betapa besar rasa sayang kakaknya kepadanya.
Lama Anggun membiarkan adiknya menangis dalam pelukannya. Dalam hati dia juga merasa lega karena Dita mulai bisa sedikit mau terbuka kepadanya. Setelah agak tenang, Dita bangkit dari pelukan kakaknya dan berusaha menampakkan senyum buat kakaknya. “Makasih banyak ya, kakak udah mau berusaha ngertiin Dita walaupun kadang Dita sering bandel. Dita sayang banget sama kakak.” “Kakak juga sayang banget sama Dita..” jawab Anggun disertai senyuman untuk adik tersayangnya.
Ya, memang tak selamanya mengikis sebuah batu dengan benda keras, namun tetes-tetes air pun mampu meleburkan sebuah batu yang sangat keras sekalipun.
Akhirnya, hari-hari di rumah itu jadi terasa lain. Kini Dita berubah menjadi gadis yang penurut dengan kakaknya dan dia juga tak lagi cuek. Hal ini membuat Anggun semakin bahagia karena adiknya juga mulai mau untuk membantunya mengerjakan beberapa kegiatan rumah dan belajar segala hal dari dirinya.
Suatu malam, Perasaan Dita terasa tak tenang, entah karena apa dia merasa sulit untuk tidur. Dia berusaha untuk memejamkan mata, tapi tak sedikitpun dia bisa terlelap. Kemudian dia mencoba keluar kamar dan menuju kamar kakaknya. Dia membuka kamar Anggun dan dia melihat kakaknya sedang asik membaca sebuah novel di tempat tidurnya. Melihat kehadiran adiknya, Anggun tersenyum. “Kakak belum tidur??” Dita bertanya sambil melangkah ke arah tempat tidur kakaknya “Ini kakak masih baca novel. Udah tinggal dikit sayang kalo gak diterusin sekalian.” Jawab Anggun sambil tersenyum. “Kak, malam ini Dita boleh tidur di kamar kakak??“ tanya Dita. “Kapan aja kamu mau, kamu boleh- boleh aja tidur di sini.” Jawab Anggun. Kemudian Dhita naik ke tempat tidur dan berbaring di samping kakaknya yang masih asyik dengan novelnya. “Ko’ tumben kamu mau tidur di kamar kakak??” Tanya Anggun sambil memencet hidung adiknya. “Iiih kakak,, Dita cuma pengen aja tidur sama kakak. Gak tau kenapa malam ini Dita ngerasa susah banget memejamkan mata. Jadi ya, Dita ke kamar kakak aja..” Jawab Dita sambil memegang hidungnya yang dipencet kakaknya. “Hmmmm,, ya udah, kamu tidur dulu.. besok kan kamu juga harus sekolah, jangan sampai besok terlambat. Kakak masih mau nerusin baca novel dulu, tinggal dikit lagi abis.” Kata Anggun kepada adiknya. “Kenapa ya, Dita sekarang jadi ngerasa nyaman banget kalo di dekat kakak??” kata Dita sambil
menyandarkan kepalanya di pundak Anggun. Anggun hanya tersenyum mendengar ucapan adiknya. “Kak, janji ya jangan tinggalin Dita sendirian.. Dita gak mau ngerasa sendirian lagi seperti kemarin, Dita sayang sama kakak.” Kata Dita sambil memeluk kakaknya. “Eh, adikku ko’ jadi manja gini ya?? Ada apa lagi nih??” Kata Anggun sambil mengusap rambut adiknya. “Ya karena Dita sayang sama kakak, makanya Dita gak mau jauh dari
kakak. Kalo kakak ntar udah nikah kan Dita udah gak lagi bisa bermanja-manja sama kakak kayak gini..” Jawab Dita dengan sedikit merengek seperti anak kecil. “Iya,, iya,, kakak janji gak bakal ninggalin kamu.. kakak juga sayang sama Dita.. Dan sekarang kamu tidur dulu ya sayang.” Ucap Anggun sambil mengecup kening adiknya. Dan setelah itu Dita tertidur di samping kakaknya.
Keesokan harinya, Dita yang biasanya berangkat ke sekolah dengan mengendarai motor sendiri, kini dia merengek-rengek minta berangkat dibonceng kakaknya yang sekalian berangkat kuliah. Cukup aneh memang kenapa hari ini Dita jadi sangat manja, tapi kakaknya tetap menuruti keinginan adik kesayangannya tersebut. Setelah sampai di sekolah dan mencium tangan kakaknya, Dita masuk ke sekolahnya dan Anggun melanjutkan perjalanan ke kampusnya. Di dalam kelas, Perasaan Dita kembali dihantui perasaan tak tenang. Entah karena apa dia sendiri juga tak pernah tau penyebabnya. Bahkan sampai pelajaran berakhir, Dita hampir sama sekali tidak dapat menerima materi yang diajarkan oleh gurunya.
Jam pulang sekolah sekolah berdering, dengan langkah sedikit berat Dita meninggalkan area sekolah dan berniat mencari angkutan untuk pulang, karena tadi pagi dia memang tidak meminta kakaknya untuk menjemputnya karena dia merasa kasihan kepada kakaknya jika harus bolak-balik untuk mengantar dan menjemputnya. Di depan gerbang sekolahnya, Dita melihat Rudi, sepupunya yang letak rumahnya tak jauh dari rumahnya. “Mas Rudi kenapa di sini??” Tanya Dita dengan nada heran, karena memang Rudi tak punya kenalan yang bersekolah di sekolah Dita selain dirinya. “Aku mau jemput kamu. Udah sekarang cepat masuk ke mobil..!” jawab Rudi singkat. “Lho,, lho,, emang siapa yang nyuruh Mas Rudi jemput aku??” tanya Dita semakin heran.. “Papa dan Mama kamu yang nyuruh aku untuk jemput kamu. Udah nanti aja ceritanya, sekarang cepetan masuk ke mobil..!” jawab Rudi sambil menarik tangan Dita masuk
ke dalam mobilnya. Dalam perjalanan, Dita masih merasa heran dengan Rudi yang bilang katanya disuruh Papa-Mamanya untuk menjemputnya. Memangnya Papa dan Mama sudah pulang?? Begitulah yang ada dalam pikiran Dita saat itu. Kebingungan Dita semakin bertambah saat mobil yang dikendarai Rudi bukan menuju jalan pulang. “Mas, sebenernya kita mau kemana sich?? Apa bener Papa dan Mama yang nyuruh Mas Rudi untuk jemput aku??” Dita memberanikan diri untuk bertanya. “Nanti kamu akan tau sendiri. Sebaiknya kamu sekarang diem aja dulu.” Jawab Rudi masih dengan nada cuek. Dita hanya bisa diam mendengar jawaban dari sepupunya tersebut. Tapi dalam hati dia benar-benar merasa bingung, heran, takut dan khawatir menjadi satu.
Setelah melewati beberapa kilometer, akhirnya mobil yang mereka tumpangi belok ke sebuah rumah sakit yang cukup besar dikota tempat mereka tinggal. “Ko’ ke rumah sakit?? Emang siapa yang sakit mas??” Dita kembali bertanya, tapi kali ini dipenuhi dengan rasa takut di hatinya. Rudi tidak menjawab dan langsung menggandeng tangan Dita memasuki ruangan di rumah sakit tersebut. Di depan sebuah kamar, Dita melihat papa dan mamanya duduk di kursi dengan wajah yang terlihat pucat dan sedih. Kemudian Dita mendekati kedua orang tuanya tersebut. “Pa… Ma… kapan kalian pulang?? Trus siapa yang sakit Pa,, Ma,,??” Tanya Dita dengan sedikit gemetaran. Mamanya hanya menangis dan Papanya menyuruh Dita untuk melihat ke dalam kamar. Dita melangkah masuk ke dalam kamar yang ditunjuk Papanya dengan ragu, dan saat beberapa langkah memasukji kamar tersebut, dia disambut dengan petugas medis rumah sakit tersebut.  “Apa nona adalah saudara dari nona Anggun??” tanya petugas medis tersebut kepada Dita.. “Benar Pak, saya adiknya.. Ada apa dengan kakak saya??” Tanya Dita penuh harap. “Maaf nona, kakak anda telah mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengalami benturan keras di bagian kepalanya. Benturan itu menyebabkan pembuluh darah di kepalanya pecah dan mengalami pendarahan. Saat dibawa kesini, kakak anda sudah dalam kondisi yang sangat kritis. Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya, namun Tuhan berkata lain. Sekali lagi kami dari pihak rumah sakit mohon maaf, nyawa kakak anda tidak dapat kami tolong.” Kata petugas medis tersebut menjelaskan. “Tidaaaaaaakkk…” Dita menjerit histeris sambil berlari mendekati tubuh kakaknya yang terbaring di ranjang kamar rumah sakit tersebut. Dia membuka selimut yang menutupi wajah kakaknya, tak kuasa dia menahan tangis demi melihat kakak kesayangannya terbujur kaku dengan keadaan tak bernyawa. “Kakak bangun.. kakak gak boleh tinggalin kita..” tangis Dita sambil memeluk tubuh kakaknya. “ Kaaak,, bukankah kakak udah janji sama Dita kalo kakak gak bakal ninggalin Dita.. sekarang kenapa kakak malah pergi secepat ini..?? Siapa yang nemenin Dita kalo Dita merasa kesepian?? Kakak bangun kak… ini Dita di sini.. Dita sayang sama kakak… Kakak jangan pergi…” Dita menangis sejadi-jadinya di kamar tersebut mengiringi kepergian kakaknya. “Dhit,, udah.. kamu harus ikhlas.. karena ini memang udah jadi kehendak yang di Atas.. Bukankah kakak kamu juga mengajarkan kamu untuk selalu ikhlas??” Rudi mencoba menenangkan saudara sepupunya yang masih tak bisa menerima kepergian kakaknya tersebut. Memang ikhlas itu adalah suatu hal yang terasa begitu sulit dan amat berat untuk dilakukan jika kita sudah sangat mencintai sesuatu.
Dita merasa sangat sedih dan kehilangan dengan kepergian kakaknya. Dalam hati dia merasa menyesal yang amat dalam jika mengingat saat-saat dia tak menghargai kakaknya yang sangat perhatian dan sayang kepadanya. Dia merasa kedekatannya dengan sang kakak sangatlah singkat. Dalam hati dia berfikir, mengapa di saat-saat dia baru bisa merasakan perhatian dan kasih sayang dari kakaknya, pada saat itu juga dia harus kehilangan kakaknya?? Kenapa?? Ya,, keberadaan seseorang akan terasa begitu sangat berarti bagi hidup kita jika kita benar-benar telah kehilangan seseorang tersebut...

Selasa, 05 November 2013

Resensi : Thor : The Dark World [2013]



"Born to be a king, I ask one thing in return: a front seat to watch Earth burn."

Selalu ada rasa waspada ketika mendengar kata sekuel pada sebuah film, karena tugas yang ia emban sesungguhnya tunggal, memberikan hiburan yang lebih baik dari pendahulunya. Thor beruntung dalam hal ini, dimana film pertamanya dua tahun lalu itu tidak begitu cemerlang, namun di sisi lain ia juga tidak jatuh menjadi sebuah hiburan yang menjengkelkan. Beberapa kelemahan berhasil diperbaiki pada film keduanya ini, Thor: The Dark World, lebih ringan, lebih menyenangkan, jika itu dibandingkan dengan pendahulunya.

Satu tahun setelah kekacauan di kota New YorkThor (Chris Hemsworth) kini bertugas membantu ayahnya Odin (Anthony Hopkins) untuk melindungi Asgard, serta memulihkan kembali perdamaian diNine Realms. Masalah muncul menjelang momen ketika sembilan alam tadi akan berdiri sejajar, bermula dari astrofisikawan cantik pujaan hati Thor, Jane Foster (Natalie Portman). Bersama Darcy Lewis (Kat Dennings) dan rekan baru mereka Ian (Jonathan Howard), Jane menemukan sebuah portal aneh, hal aneh yang juga sudah dirasakan oleh Dr. Erik Selvig (Stellan Skarsgård).   

Portal tersebut menjadi sumber invasi yang bahkan tidak terlihat oleh penjaga bifröst bridge, Heimdall (Idris Elba). Dibawah komando Malekith the Accursed (Christopher Eccleston), pemimpin Dark Elves of Svartalfheim, mereka berniat melancarkan misi balas dendam sebagai upaya untuk membawa alam semesta menuju kegelapan dan kiamat dengan menggunakan kekuatan mematikan bernama Aether. Thor mengambil langkah cepat ketimbang menunggu, dari membantu Jane yang berkutat dengan masalah konvergensi, hingga dilema terhadap nemesis sekaligus adik tercintanya, Loki (Tom Hiddleston).


Dua tahun yang lalu Kenneth Branagh berhasil menciptakan sebuah pondasi bagi pahlawan super dengan senjata utama palu ini, mengkilap dan penuh warna, film pertama menaruh fokus utama pada membangun sisi serius dan karisma dari seorang anak dewa, baik itu dari segi plot  dan juga karakter, namun tetap ditemani formula ciri khas Marvel dengan beberapa lelucon cerdas yang kuantitasnya tidak begitu besar. Satu hal yang cukup mengganggu dari Thor adalah ia tidak mampu tampil seimbang, kerap kali menciptakan situasi yang menghalangi enjoyment penonton. Hal tersebut sukses dihapus oleh Alan Taylor pada Thor: The Dark World.

Pada dasarnya ini sama saja, melakukan sebuah tindakan yang benar dengan mempertahankan formula dari superhero yang berhadapan dengan upaya musuh dalam mencoba meraih sesuatu yang dapat membantu mereka untuk menguasai dan menghancurkan dunia. Namun kelebihan dari Thor: The Dark World yang akan menjadikan ia terasa seperti sebuah gerakan positif dalam Thor film adalah keseimbangan yang cukup tepat. Dalam struktur cerita yang kali ini terasa sedikit ditekan olehChristopher L. Yost , Christopher Markus, dan Stephen McFeely sehingga tidak begitu luas, dengan sedikit suntikan nafas Game of ThronesAlan Taylor berhasil melengkapi paket ini dengan elemen yang tidak hadir di pendahulunya.  

Sejujurnya Thor: The Dark World merupakan mix antara sisi positif dan negatif. Dari sisi positif, film ini mampu memberikan sebuah cerita yang fokus namun tidak membebani penontonnya. Dengan beberapa ide-ide yang terasa segar, script mampu mengkombinasi petualangan yang cukup mengasyikkan walaupun tidak begitu epic dan menegangkan untuk ukuran sebuah film superhero, dengan balutan drama humanisme yang tidak hancurAlan Taylor juga cerdik dalam memanfaatkan tiap momen agar tidak terbuang percuma, serta membagi porsi dari tiap elemen cerita dengan cermat, terutama pada kunci utama yang menjadikan Thor: The Dark World terasa menyenangkan, komedi.

Sebenarnya ini cukup mengejutkan mengingat apa yang telah diciptakan oleh film pertamanya. Banyak, oh maaf, sangat banyak momen lucu yang dimiliki oleh Thor: The Dark World, bahkan dalam hal kuantitas mungkin berada diatas beberapa film komedi rilisan tahun 2013, dan hampir berdiri sejajar dengan The Avengers. Kuncinya terletak pada dynamic duo, antara Thor dan Loki lewat bromance dan saling ejek yang cerdas. Namun Alan Taylor tahu bahwa Thor tidak boleh tampil terlalu lucu, dan kemudian memberikan ruang gerak yang sedikit lebih besar pada beberapa pemeran pendukung yang nyatanya punya kontribusi besar dalam menggerakkan cerita yang pada beberapa momen terasa stuck itu.


Yap, tidak begitu masalah dengan alur cerita yang dibeberapa bagian terasa konyol, script yang dimiliki memang berhasil menyediakan ruang bermain baik cinematography yang manis serta CGI yang menghipnotis (upacara “something” ala viking itu, memikat), namun overall ia terasa biasa dan kurang padat. Ini seperti film dengan dua warna, hitam dan putih, mereka memikat ketika berdiri sendiri namun tidak pernah berhasil membentuk komposisi pas yang saling membantu jika harus di kombinasi. Itu yang menjadikan Thor: The Dark World dibanyak bagian seperti terlihat stuck akibat perpindahan warna cerita antara serius dan lucu yang sering terjadi namun tidak semuanya berjalan mulus. Elemen komedi juga sering terasa seperti tameng untuk menutupi alur cerita yang tidak halus, serta merusak kualitas konflik utama.

Thor: The Dark World seharusnya menjadi sebuah perang penuh kekacauan dalam skala besar, ini sudah berkaitan dengan eksistensi Asgard, bahkan menghadirkan Malekith yang katanya merupakan salah satusupervillain Marvel. Namun setelah sedikit menjemukan di bagian pembuka, suntikan komedi yang memikat itu mungkin akan terkesan sedikit berlebihan dan merusak bagi beberapa penonton. Akibatnya unsur action yang seharusnya penuh kepanikan itu jatuh menjadi datar, terlalu ringan, kurang emosional. Penjahat utama kurang diberikan ruang yang lebih besar, seperti ditekan untuk memberikan arena bagi elemen lain yang punya kepentingan lebih besar bagi franchise Marvel. Hasilnya, motivasi musuh terkesan standard, terlalu sederhana, hambar. Tidak merusak memang, namun tidak menjadikan pertarungan konflik utama begitu mengesankan.

Chris Hemsworth semakin perkasa dalam menjalankan sosok Thor, itu tidak perlu diragukan lagi. Yang menjadi masalah di film ini ia seperti juga memiliki perang internal lain bersama Tom Hiddleston yang secara mengejutkan berhasil masuk ke barisan depan. Lucu dan ambigu, Loki bahkan dapat dikatakan kerap kali menjadi bintang utama film ini dalam hal atensi, bahkan simpati dengan bukti sebuah adegan terkait Loki yang sempat membuat penonton di sebelah saya berteriak kencang dibalik sound studio yang sudah begitu kencang. Sedangkan Natalie Portman kali ini punya peran yang sedikit lebih besar, berhasil menjadikan Jane tampak cerdas tanpa kehilangan fungsinya sebagai bunga pemanis utama, namun terasa lebih datar dibandingkan film pertama.

Yang menarik disini dan bahkan membuat saya rela menyediakan satu paragraf buat mereka adalah kontribusi pemeran pendukung di luar tiga besar tadi yang faktanya punya peran penting bagi kehidupan cerita. Pemimpinnya adalah Kat Dennings lewat karakter Darcy yang di film pertama kurang dimanfaatkan dengan baik. Disini dengan menggunakan hal-hal sederhana ia kerap kali berfungsi sebagai pemompa tensi ketika cerita mulai terasa loyo. Stellan Skargard juga digunakan dengan baik, lewat beberapa scene singkat yang tidak akan saya bahas. Sedangkan peran Idris Elba, Rene Russo, Ray Stevenson, dan Jaimie Alexander masih terbatas. Scene stealer menjadi milik Chris O'Dowd.




Overall, Thor: The Dark World adalah film yang cukup memuaskan. Ini jelas sebuah pergerakan positif dari film pertamanya, terlebih dari segi enjoyment, namun dalam interval yang tidak begitu besar. Banyak momen menyenangkan yang berhasil mengundang tawa, namun disisi lain ia tidak mampu menutupi dan menjadikan penonton memaafkan beberapa minus minor yang hadir. Hasilnya, film ini tidak berhasil meraih potensi yang ia miliki pada bagian awal untuk berada di barisan puncak. Thor: The Dark World adalah sebuah kemasan yang cukup rapi, penuh momen lucu yang menyenangkan, namun kurang padat, kurang intens, dan kurang berkesan.




§  Film               : THOR
§  Sutradara       : Kenneth Branagh
§  Pemain           : Chris Hemsworth sebagai Thor
              Anthony Hopkins sebagai Odin ayah Thor
              Natalie Portman sebagai Jane Foster
              Tom Hiddleston sebagai Loki
§  Durasi            : 119 menit
§  Harga Tiket    : Rp. 35.000 (weekday) Rp.50.0000 (weekend)